Khabaran nan Semerbak

Duhai.. Gelisah Taman yang sejak musim berlalu meranggas sunyi
Terlalai dalam onggokan pondok lusuh, berlatar teman kekecewaan
Prasasti dari sosok Jiwa nan rapuh, merenungi khayalan masa silam
Mengisi malam nan menjelang, hingga mentari pagi pun terlupakan

Disini.. Pada sebuah sudut Taman Hati yang senantiasa teramat sepi
Sebuah perasaan gamang tertanam, yang tak lagi memiliki pegangan
Rintihkan seisi duka didalamnya, lukai derita pada dinding rapuhnya
Menangisi malam yang tlah menghilang, hingga pagi menghinakan

Malam kekasihnya entah kemana, ditelan kesunyian galau hatinya
Keheningan yang senantiasa dipuja, tak ada lagi hadir dalam mesra
Sirna menghilang dalam sebuah kelam, milik sang pesona ketiadaan
Tinggalkan jiwa2 para penyepi, dalam linangan air mata kerinduan

Duhai.. Jiwa nan rapuh para perindu, tergolek sekarat menanti harap
Gelisah meronta di kesunyian, mengoyak tabir hatinya yang kelam
Hati yang lelah terkoyak merindu, remuk meleburkan berkas cahaya
Membiaskan perjalanan hatinya, lenyap ditelan duka penderitaannya

Sayup Samar terdengar lantun pujian, kabaran angin nan menggoda
Pada sisi kesunyian malam, yang lambat menghilang dari pandangan
Mengalun merdu sangat menawan, memeluk rindu getaran perasaan
Mengantar barisan resah kata mesra, bagi taman gersang nan merana

Disana.. Berkasan cahaya indah tercipta, menebarkan ribuan pesona
Biaskan bayang bidadari para pendamba, menguak rindu kekasihnya
Syair pujaannya menarik jiwa penyepi, luruh terpesona lantunannya
Menoreh gelisah sebuah dilema, mengoyak tabir kesunyian hatinya

Tercium aroma semerbak mewangi, kabaran angin di taman sunyi
Menembus pucuk rindu dedaunan, tebarkan ribuan benih harapan
Musim membawa satu impian, bagi kelopak rindu yang terpendam
Tumbuhkan mekar bunga di taman, semarakkan warnai kehidupan

Wahai Sang Angin.. Kabar apa yang kau bawa dari lubuk hatinya?
Begitu dalamnya syair kemuliaan, dari gelisah rindu yang tercipta
Adakah penggalan ayat kau bawa, tersemai tumbuh di taman jiwa
Penawar gelisah luka masa lalu, bagi jiwa pendamba yang merindu

Oh.. Akankah tercipta bait asmara, kala jiwa lusuh hendak memuja
Keresahan menutup pelupuk mata, mengikati hati pada pesonanya
Syair kesedihan menjadi pelayanan, dalam kesunyian tangis malam
Memendam sepercik perasaan yang dalam, dari ribuan kegelisahan

Wahai Sang Pujangga.. Mengapa seperti ini akhir cerita bagi Jiwa..?