Guguran Dedaun Kerinduan

Angin berhembus sepoi ringan menerpa wajah dedaun yang telah usang melayu
Hendak menguak lagi ribuan gelisah pada pucat ronanya yang keriput mengering
Tak ada sapaan mesra pada bisikan yang dibawa seperti kala dedaun segar muda
Menyusup dicelah ranting kering dan berlalu bersama panas udara yang dibawa

Dedaun yang lusuh merindu menyambut enggan gemerisikan berita tanpa kata
Seribu kabar usang masa lalu yang telah membuatnya merana dalam buai nestapa
Tak hendak ia peduli lagi pada senyuman debu kemarau yang turut serta terbawa
Merasai terenyuhnya sebentuk sanubari dalam rona pancaran wajah penuh duka

Ia meragu pada angin yang tak lagi dapat dipercaya.. Apakah ia hendak berdusta..
Ia pun meragu pada debu yang hanya tersenyum manja.. Bukankah ia sama saja..
Ia meragu pada ranting kering teman setia tempat ia mengadukan penderitaannya
Bahkan Ia meragu akan keberadaan dirinya setelah semua tak lagi dapat dipercaya

Ah.. Wajah Jiwa ini telah lama usang termakan masa lalu yang amat melelahkan
Lembut terasa dia tanam keraguan dalam hati ini yang memang sudah tak lapang
Membentuk ribuan gelisah yang entah kapan ia akan datang dan kembali pulang
Memeluk diri dalam sayunya wajah sendu yang tengah menanti giliran meradang

Rengut Cengkraman Dedaun merindu merasuki jemari sumsum tulang belulang
Merobek lembaran dada lemah dari sosok tubuh kurus melayang diterpa angin
Satu demi satu dedaun merindu bergugur melarut dalam hempasan waktu berlalu
Jatuh melayang dalam pelukan takdir bersemayam di pelataran tempat hidupnya

Ia meragu pada angin yang tak lagi dapat dipercaya.. Apakah ia hendak berdusta..
Ia pun meragu pada debu yang hanya tersenyum manja.. Bukankah ia sama saja..
Ia meragu pada ranting kering teman setia tempat ia mengadukan penderitaannya
Bahkan Ia meragu akan keberadaan dirinya setelah semua tak lagi dapat dipercaya

Oh.. Rindu Jiwa ini telah lama usang termakan masa lalu yang amat melenakan
Lembut terasa dia tuai penderitaan dalam dada ini yang memang sudah meradang
Menghapus ribuan gelisah yang entah kapan ia akan pulang dan kembali datang
Mehempas diri dalam keterpurukan yang tengah menyambut sebuah keterasingan

Dedaun pun menangis dalam kebingungan.. entahlah bahagia entah pula berduka
Melepas kepergian sebentuk penderitaan hidupnya yang senantiasa ia banggakan
Menyambut wajah-wajah polos kehidupan yang tersenyum lugu, sayu dan kaku
Kala rindu terlepas berlalu dan hatinya mati bersama derita yang telah dia lewati..